Harimau-harimau itu, kini masih dipelihara di Kebun Binatang Ragunan dan Taman Safari Bogor. Provinsi Jambi sebagai satu di antara habitat harimau, akan dilirik menjadi kawasan konservasi dari programIbreeding (penangkaran) itu. Karena ada satu di antara pengusaha kaya di Jakarta yang tertarik dengan program tersebut. Disebut-sebut pengusaha dimaksud adalah Tomy Winata alias TW.
Dikatakan sumber Tribun, Pemerintah Provinsi Jambi melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sedang menjajaki kerjasama wisata alam itu dengan TW. "Kita sedang melakukan pendekatan dengan TW. Sepertinya dia sangat tertarik dengan konsep wisata alam tersebut," ungkapnya.
Seperti diberitakan di harian asal Inggris The Telegraph dalam tajuk beritanya tersebut, Pemerintah Indonesia berencana untuk memperdagangkan satwa dilindungi harimau yang termasuk satwa langka tersebut dengan dalih untuk melestarikannya dari kepunahan. Pelaksana Tugas Kepala Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Jambi Didy Wurjanto kepada Tribun, Jumat (28/5) mengakui, memang ada rencana pemerintah dalam hal ini Kementerian Kehutanan menawarkan anak harimau sumatera, dari Taman Safari dan Ragunan. Yang dimaksud Didy bukan menjual, melainkan dicari orang kaya yang punya kepulian tinggi terhadap lingkungan dan konservasi untuk memelihara harimau bukan yang berasal dari alam liar, tapi dari anaknya. Itupun harus memenuhi beberapa persyaratan di antaranya menyiapkan uang jaminan sebesar Rp 1 miliar, areal seluas 5 hektare, dan membangun tempat penangkaran harimau yang lebih refresentatif. "Siapa saja boleh memelihara anak harimau tersebut, yang penting dia warga negara indonesia (WNI), dan punya niat baik untuk melestarikan harimau dari ancaman kepunahan. Orang kaya asal Jambi pun dipersilakan, asal sanggup memenuhi persyaratan tadi," ujar Didy. Seperti kita ketahui bersama tahun ini merupakan tahun macan dalam kalender Cina, dan banyak orang kaya sangat menginginkan untuk bisa memiliki hewan prestisius dan kharismatik tersebut walau dengan harga sangat mahal sekalipun. Namun banyak yang menyangsikan kesanggupan orang awam memelihara harimau. Data dari World Wild Fund for Nature (WWF) hingga kini di seluruh Asia spesies harimau jumlahnya semakin sedikit tinggal sekitar 3.200 ekor. Di Pulau Sumatera sendiri diperkirakan antara 300-400 ekor. Sedangkan di Jambi sendiri lebih kurang 50 ekor. Keberadaannya masih dalam ancaman perburuan liar dan kegiatan pembukaan hutan untuk perkebunan dalam skala besar seperti perkebunan kelapa sawit. Direktur Eksekutif KKI Warsi, Rahmad Hidayat yang dihubungi Tribun, kemarin menyatakan, kalau yang dijual itu harimau di alam bebas dia sama sekali tidak setuju. Alasannya, biarkan saja si "datuk" hidup di alam liar, tapi lindungi habitatnya dari ancaman kepunahan, bukan dengan cara menawarkan kepada pengusaha kaya Rp 1 miliar. "Terus terang saya belum tahu seperti apa konsepnya. Kalau anak harimau yang dijual, ya boleh-boleh saja, tapi jangan sampai jatuh ke orang yang tidak punya niat baik untuk melestarikan harimau," ujarnya. Menurut Rahmad, program yang ditawarkan itu sepertinya bagus, dengan catatan uang hasil penjualan harimau tadi digunakan juga untuk konservasi. "Keturunan 2-3 saya pikir tidak ada persoalan, asal kompensasinya untuk merestorasikan hutan, melindungi hutan dari alih fungsi ke lahan sawit, dan untuk penelitian serta pengembang harimau," tuturnya. Hal senada juga disampaikan pegiat lingkungan, Rudi Syaf yang saat ini sedang berada di Oslo. Melalui pesang singkatnya yang diterima Tribun, Rudy Syaf sangat setuju program konservasi harimau melalui breeding alias penangkaran tersebut. Rudy merujuk berdasarkan pengalaman burung jalak Bali yang hampir punah berhasil dikembalikan ke alamnya melalui breeding. "Begitu juga harimau sumatera berpeluang untuk ditangkarkan agar muncul generasi harimau berikutnya. Dengan catatan tempatnya layak seperti Taman Safari," ucapnya.(jun)
No comments:
Post a Comment