
Posted on 26 January 2010
Oleh: Ali Rizqi Arasyi
Lampung (25/01)-Hutan alam sebagai habitat gajah di Pulau Sumatera terus berkurang akibat konversi lahan secara legal maupun ilegal seperti untuk perkebunan, pemukiman, pengembangan kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI), dan lainnya. Kondisi ini jugalah yang mengakibatkan konflik antara manusia dan gajah semakin sering terjadi di banyak tempat. Isu ini kerap terjadi di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), khususnya di wilayah kerja Elephant Patrol Team (EPT).
Perambahan dan pemukiman liar telah merusak habitat gajah. Bahkan pada Februari 2009 satu orang penduduk di wilayah kerja EPT ini, ditemukan tewas akibat konflik dengan gajah. Untuk memitigasi konflik manusia dan gajah di daerah ini, sejak Juli 2009, WWF bekerjasama dengan TNBBS, Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Dinas Kehutanan Kabupaten Lampung Barat, serta Forum Komunikasi Mahout Sumatera (FOKMAS) mengoperasikan satu EPT.
Untuk mendukung usaha-usaha mitigasi konflik gajah dan memahami pergerakan dan penggunaan habitat oleh kelompok-kelompok gajah di wilayah ini, EPT telah memasang satu unit GPS Satellite Collar pada kelompok gajah liar yang sering berkonflik dengan masyarakat. Pemasangan GPS Satellite Collar ini sangat berguna untuk monitoring keberadaan dan pergerakan gajah liar disamping sebagai peringatan dini untuk mitigasi konflik gajah. Informasi keberadaan dan pergerakan gajah liar akan diketahui dengan lebih akurat.
Tim yang terlibat dalam pemasangan GPS Satellite Collar adalah EPT, Dokter Hewan dari WWF dan TNWK, Mahout dari TNWK, FOKMAS, Staf WWF Riau, dan tambahan Pawang dan Polhut dari TNWK. Pemasangan GPS Satellite Collar menggunakan gajah sebanyak 5 ekor (4 ekor gajah EPT dan 1 ekor tambahan gajah dari TNWK).
Kegiatan ini dimulai sejak 4 Desember 2009, dengan melakukan persiapan tim dan peralatan (GPS Satellite Collar, peralatan lapangan, obat bius, peralatan medis dan lainnya). Keesokan harinya, pada 5 Desember 2009, jam 8.00 pagi, tim berangkat ke lokasi keberadaan kelompok gajah liar tersebut. Sebelumnya EPT telah memonitor dan mengetahui posisi terakhir kelompok gajah yang akan dipasang GPS Satellite Collar. Tim Pemasangan diketuai oleh Nazaruddin (Ketua FOKMAS) dan wakilnya Drh. Ali Rizqi A. (WWF).
Setelah perjalanan kurang lebih satu jam, tim menemukan jejak baru gajah liar, dan mengikuti jejak tersebut. Tim menghadapi kesulitan karena jejak gajah liar tersebut melalui jalan berbukit cukup terjal. Inilah salah satu kelebihan gajah liar di TNBBS mereka terbiasa hidup di daerah pegunungan dan perbukitan, mereka sanggup melewati daerah yang terjal dan curam. Setelah dengan susah payah selama setengah jam, melalui jalan yang berbukit dan curam, tim menemukan sekelompok gajah liar berjumlah 15 ekor tidur di bawah kanopi pohon. Tim berusaha tenang dan tidak mengusik mereka, sambil mengamati dan memilih gajah liar yang akan ditembak bius dan dipasang GPS Satellite Collar. Gajah yang akan dipasang adalah induk betina yang paling besar, yang diperkirakan pimpinan kelompok gajah liar ini. Lima belas menit kemudian kelompok gajah tersebut terbangun dan beranjak pergi, tim mengikuti dari belakang. Setelah cukup dekat dengan sasaran tembak, kira-kira 3 m, peluru bius ditembakkan. Kemudian tim menunggu sampai obat bius bekerja dengan baik.
Setelah gajah terbius, tim mulai bekerja berdasarkan tugas masing-masing yang telah ditetapkan sebelumnya. Mulai dari mengikat kaki gajah, menutup mata gajah dengan handuk gelap, menutup telinga dengan kasa, dan memasang GPS Satellite Collar. Setelah GPS Satellite Collar terpasang, tim medis yang mengawasi kondisi fisik gajah selama proses pemasangan alat monitor tersebut, mengambil sampel darah, memasang microchip, serta mengambil data fisik gajah. Kemudian gajah diberi anti bius (anti dota) untuk membantu mempercepat proses pemulihan dari pengaruh obat bius. Semua anggota tim kembali menaiki gajah patroli sambil menunggu gajah tersebut terbebas dari pengaruh obat bius. Keesokan harinya dilakukan pengecekan data dari internet, dan hasilnya sangat baik. Gajah liar betina tersebut diberi nama Prita, terinspirasi oleh sebuah kasus penyalahgunaan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang menimpa seorang ibu rumah tangga bernama Prita.
Kontak :
Ali Rizqi Arasyi(ararasyi@wwf.or.id)
Marino; (marino74@yahoo.com)
Sumber : http://wwf.or.id/?17120/Pemasangan-GPS-Satellite-Collar-Pada-Gajah-Liar-Di-Taman-Nasional-Bukit-Barisan-Selatan-Oleh-Tim-Patroli-Gajah
No comments:
Post a Comment