Minggu, 12 Juli 2009 | 15:04 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Irma Tambunan
JAMBI, KOMPAS.com - Salma, harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) tangkapan petugas balai konservasi sumber daya alam Provinsi Jambi, menjalani proses pelepasliaran ke kawasan Tampang Belimbing, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan di Lampung , Minggu (12/7). Dalam penjagaan ketat petugas, dari Kebun Binatang Taman Rimbo, Salma dijemput ke Bandara Sultan Thaha Jambi sekitar pukul 07.00, untuk menuju Lampung.
drh Wisnu Wardhana, dokter yang sehari sebelumnya mengadakan tas kesehatan umum, menyatakan Salma dalam kondisi sehat. "Bekas luka tembakan sedalam tiga centimeter di dahinya telah pulih. Diare yang sempat dialaminya juga sembuh sehingga Salma dinyatakan siap untuk dilepasliarkan. Ia hanya sedikit lebih gemuk, karena tidak banyak beraktivitas selama karantina di kebun binatang," ujar Wisnu.
Sebelum dilepas ke Tampang Belimbing (Tambling), Salma akan terlebih dahulu menjalani proses reintroduksi. Ini diperlukan karena setelah ditangkap oleh petugas BKSDA dari kawasan hutan produksi di Sungai Gelam, Muaro Jambi, Salma sempat mendekam selama empat bulan dalam kandang di kebun binatang . Dengan demikian, kepekaan dan kemampuan untuk mandiri dalam hutan alam perlu untuk diperkenalkan kembali.
Salma yang namanya merupakan kepanjangan dari Sawit Lahan Makin Group, ditangkap tim BKSDA pada 11 Februari lalu, di Afdeling I perusahaan perkebunan sawit PT Makin Group. Harimau betina seberat 80 kilogram dan panjang hampir dua meter ini, ditangkap karena sebelumnya diduga menerkam sebelas korban hingga tewas dalam hutan. Penangkapannya bertujuan menghindari perburuan satwa liar yang belakangan ini marak seiring meningkatnya konflik harimau dan manusia di Jambi.
Kepala Pusat Informasi Kehutanan Departemen Kehutanan Masyhud mengatakan, Salma akan menjalani masa reintroduksi selama dua hingga tiga pekan. "Ada petugas yang khusus melatihnya untuk beradaptasi dengan alam liar. Lahan berpagar seluas satu hektar telah disediakan untuk kegiatan reintroduksi ini," ujarnya.
Ia melanjutkan, Salma tidak dilepasliarkan di Jambi guna menghindari trauma bagi Salma maupun masyarakat yang khawatir menjadi korban terkamannya. Di sisi lain, TNBBS dinilai cukup luas sebagai teritori harimau.
Ditambahkan Didy Wurjanto, Kepala BKSDA Jambi, selama dilepasliarkan, pergerakan Salma akan terus dipantau melalui GPS Colar yang mengirimkan sinyal ke satelit. "Jadi, kami tidak serta merta melepas Salma begitu saja. Salma masih dapat dipantau," ujarnya.
Sumber : http://sains.kompas.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
---------------------
"Anggaran yang tersedia untuk kegiatan konservasi di kawasan hutan sangat minim yakni hanya 4 dolar AS per hektar. Sangat jauh ketimbang Malaysia 20 dolar AS per hektar.Padahal, konservasi harimau dan satwa dilindungi lainnya butuh dana besar. Idealnya 18 dolar AS per hektar bisa tersedia untuk kegiatan konservasi di 26 juta hektar kawasan hutan lindung dan konservasi.Karena dana minim itu, pemerintah ajak swasta untuk sisihkan dana CSR-nya untuk kegiatan konservasi itu. Apalagi total dana CSR perusahaan di Indonesia sampai Rp20 triliun, kalau Rp1 triliun saja untuk konservasi itu sangat membantu," papar Darori, Dirjen PHKA Kemenhut, usai Lokakarya Penggalangan Sumberdaya untuk Pelaksana Rencana Nasional Pemulihan Harimau Sumatera, pada Selasa, 17 Januari 2012.
-----------------------------------------
Photo : "Wild Sumatran tiger" by Michael Lowe, 2006, Wikimedia Commons.
--------------
-------
-----------------------------------------
Photo : "Wild Sumatran tiger" by Michael Lowe, 2006, Wikimedia Commons.
--------------
-------
No comments:
Post a Comment