11.6.09
"Liger", Si Blasteran Singa-Harimau
Rudy Badil
Bali itu provinsi hebat. Di samping berjulukan Pulau Dewata dan salah satu tabungan devisa negara, nyatanya pulau pariwisata itu diam-diam punya prestasi istimewa sebagai penangkaran ex-situ satwa terbuas dunia. Selama 10-an tahun ini, ada warganya di Denpasar yang sukses besar menyilangkan singa jantan dan harimau betina hingga memberanakkan berpasang-pasang anakan blasteran singa-harimau atau lion-tiger atau liger.
Liger yang anakan raja hutan afrika (Panthera leo) dengan indukan ratu rimba asia (Panthera tigris) kelahiran Denpasar di kandang sempit yang terawat baik. Pejantan singa bernama Simba, siang itu tampak gagah berjalan mondar-mandir di dalam kandang seluas sekitar 4 x 4 meter. Adapun sang betina harimau Pipit, tubuhnya yang mulus berbulu belang-belang khas macan loreng, sedang rebahan.
Di kandang sebelah kanan-kirinya masing-masing terisi sepasang makhluk buas, berbadan besar dan sehat, tetapi sosok dan tampangnya mungkin agak aneh bagi mata yang terbiasa melihat singa thok dan harimau doang, bukan blasteran singa- harimau yang setengah singa separuh harimau.
Lihat saja bentuk singa remaja jantan anaknya Simba-Pipit, mukanya ya muka lion, tetapi di dahi dan sebagian kulit pipinya banyak bulu berwarna samar-samar coklat kehitaman berupa bercak tutul-tutul. Sebagian punggung dan keempat kakinya kelihatan samar-samar bulu atau rambut berpola loreng khas lorengnya si Pipit betina. Juga di seputaran leher dan tengkuknya, tumbuh bulu surai panjang tetapi tidak segondrong surai sang Simba jantan. Istimewanya, ekor panjangnya berpola loreng-loreng tipis, ujung ekornya ada pentul gumpalan rambut khas singa perkasa Afrika.
Liger sebagai sebutan ”ilmiah” makhluk blasteran ini sebetulnya kejadian cukup istimewa. Sebab, ”liger” ini istilah paten bagi anakan jantan singa dengan betina harimau. Kalau harimau jantan dengan singa betina blasterannya bernama ”tigon” alias tiger-lion. Namun, anakan campuran tigon itu jarang terjadi dan jarang berumur panjang. Kalau anakan liger, itu sudah jamak karena anakan liger pertama di dunia itu lahir di Hagenpark, Hamburg, pada 11 Mei 1897.
Membuat gempar.
Upaya kolektor dan naturalis Carl Hagenbeck ”mengawinsilangkan” singa jantan dan harimau betina, sampai menghasilkan anakan liger aneh tetapi lucu, tentu bikin gempar pencinta zoologi dunia. Sebab, badan liger itu terus membesar, bahkan ada kecenderungan memiliki ukuran dan bobot badan lebih besar dari kedua induknya.
Liger itu potongan dan bentuk mukanya tetap singa, termasuk ekor dengan pentolan rambut di ujungnya. Warna dasar liger yang coklat kekuningan gelap, dikombinasi loreng dan bercak tutul sama-samar, menjadi ciri khas liger di mana pun binatang blasteran itu dilahirkan.
Makin tambah tahun, liger pun kian membanyak karena kolektor kebun binatang dan pemerhati zoologi tanpa sadar senang menjadi comblang yang bikin singa dan harimau kawin gelap tetapi terang-terangan. Sementara itu, usaha perjodohan dan ”pengawinan” harimau-singa boleh dikata jarang sukses. Hasilnya ada juga tigon meski umurnya itu tidak panjang dan singa betina pun susah bunting meski sudah ”dikawin paksa” dengan harimau jantan, entah mengapa?
Adapun anakan lion-tiger ini terbukti hidup sehat dan panjang umur, misalnya dua ekor liger kelahiran Kebun Binatang Bloemfontein di Afrika Selatan pada tahun 1935 tetap sehat sampai tahun 1953. Kalau liger paling bongsor dan berat menurut catatan Book of World Records, tentunya si Hercules, liger dari Miami yang sampai kini masih muncul dalam tayangan Good Morning America. Campuran singa-macan itu berbobot dua kali singa normal. Waktu umurnya tiga tahun berat Hercules sudah 408 kilogram. Padahal, berat rata-rata liger jantan sekitar 320 kg dan panjang badan sekitar 300 sentimeter.
Sayangnya, sesama liger sulit dimurnikan dalam perkawinan agar jadi anakan liger lanjutan. Rupanya secara hipotetis hormonal, liger jantan itu biasanya steril alias gabuk. Sebaliknya, liger betina oke-oke saja, dapat kawin dan bunting serta menghasilkan anakannya, asal bukan dengan jantan liger juga. Dari catatan, seekor liger betina dapat disilangkan dengan singa jantan biasa, anaknya pun menjadi li-liger alias lion lion-tiger, ada-ada saja.
”Made in Bali”
Dari kasak-kusuk dengan perawatnya, rupanya si Simba itu sejak kecil sudah dipelihara dan jinak dengan orang rumah itu, sejak akhir tahun 1990-an. Pipit pun harimau betina yang subur itu rupanya sejak belia sudah dijodohkan dengan Simba, akhirnya kedua satwa buas yang sama-sama raja dan ratu hutan itu saling jatuh nafsu dan mau kawin hingga bunting-bunting dan bunting lagi, sampai punya anakan liger produksi lokal Bali di Indonesia yang pertama.
Kehadiran liger dengan indukan Simba-Pipit sudah bertahun-tahun menjadi bahan gosip ilmiah dan isu miring LSM pencinta satwa liar. Keberadaan Simba yang asli Afrika dan harimau loreng Pipit yang sempat digosipkan harimau sumatera bikin pemeliharanya segan berjumpa dengan tamu tidak dikenal. Makanya tidak aneh kalau sang pemilik liger itu segan menerima kunjungan tamu tak dikenal.
”Kata pakar Badan Konservasi Sumber Daya Alam di Bali, harimau betina itu keturunan harimau benggala, bukan harimau betina sumatera. Penangkaran pasangan satwa dan anakannya itu legal, selalu dalam monitoring instansi itu,” ujar sumber di Denpasar. Lepas dari soal legal tidaknya, adanya liger di Bali memang hebat. Memang ada liger yang hebat tetapi aneh yang ”Made in Bali”, hebat bli!
RUDY BADIL, Wartawan Senior di Jakarta
Sumber : Indonesian nature Conservation newsletter 11-22b dari http://cetak.kompas.com
Berita terkait :
1. kalau Harimau kawin dengan Macan Tutul
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
---------------------
"Anggaran yang tersedia untuk kegiatan konservasi di kawasan hutan sangat minim yakni hanya 4 dolar AS per hektar. Sangat jauh ketimbang Malaysia 20 dolar AS per hektar.Padahal, konservasi harimau dan satwa dilindungi lainnya butuh dana besar. Idealnya 18 dolar AS per hektar bisa tersedia untuk kegiatan konservasi di 26 juta hektar kawasan hutan lindung dan konservasi.Karena dana minim itu, pemerintah ajak swasta untuk sisihkan dana CSR-nya untuk kegiatan konservasi itu. Apalagi total dana CSR perusahaan di Indonesia sampai Rp20 triliun, kalau Rp1 triliun saja untuk konservasi itu sangat membantu," papar Darori, Dirjen PHKA Kemenhut, usai Lokakarya Penggalangan Sumberdaya untuk Pelaksana Rencana Nasional Pemulihan Harimau Sumatera, pada Selasa, 17 Januari 2012.
-----------------------------------------
Photo : "Wild Sumatran tiger" by Michael Lowe, 2006, Wikimedia Commons.
--------------
-------
-----------------------------------------
Photo : "Wild Sumatran tiger" by Michael Lowe, 2006, Wikimedia Commons.
--------------
-------
No comments:
Post a Comment