Oleh : Adnun Salampessy, S.hut | 01-Aug-2012, 19:39:51 WIB
www.kabarindonesia.com
KabarIndonesia - Kejadian dilematis, perebutan lahan penghidupan antara harimau dan aktivitas manusia di sepanjang Sumatera sungguh memilukan dan mengurut dada. Sepertinya peningkatan populasi manusia kurang berbanding lurus dengan peningkatan populasi harimau.
Para praktisi harimau menganggap perubahan iklim merupakan wacana yang tidak kalah pentingnya dalam pemberian kontribusi terhadap perubahan prilaku individu harimau ataupun bagi resiko kepunahan spesies lokal dalam genetis, selain faktor spasial, kehadiran (presence) mangsa dan aktivitas manusia di habitatnya juga turut andil.
"Seperti halnya mahluk hidup yang lain, perubahan iklim tentu berpotensi mempengaruhi perubahan perilaku harimau," kata peneliti Hariyo "Beebach" Wibisono, pakar harimau sumatera terkemuka, dalam sebuah pernyataan.
Dikatakannya, salah satu penyebab utama perubahan iklim adalah emisi karbon. "Satu hal yang saya ketahui, sebagai satwa yang memiliki daerah jelajah sangat luas, harimau menempati dan memerlukan habitat hutan yang sangat luas pula, oleh karena itu, melindungi harimau mutlak harus melindungi habitat harimau yang sebagian besar merupakan aset berharga untuk penyerapan karbon," kata Beebach.
Eduarjo Rojas-Briales, Assistant Director-General of the FAO's Forestry Department dalam laporan PBB saat the climate talks di Durban (2011) dan Colby Loucks, WWF-US deputy director of conservation science dalam journal Climatic Change 2010, melihat dampak perubahan iklim dan cuaca ekstrim kepada ancaman resiko kepunahan harimau karena hilangnya habitat harimau di daerah Sundarbans, Bangladesh, akibat kenaikan permukaan air laut.
Gelombang panas dan cuaca yang bervariasi memunculkan pola migrasi baru bagi harimau. "Migrasi satwa liar juga dapat menyebabkan konflik dengan manusia seperti yang terjadi dengan harimau di Bangladesh," kata Rojas Briales kepada wartawan Reuters (4/12) tahun lalu.
Di hutan tropika Sumatera, pemanasan global, dampak dari perubahan iklim, berkemungkinan akan membawa peningkatan gelombang panas, penumpukan polusi, masalah ozon dan kebakaran yang menimbulkan kabut asap yang dapat mempengaruhi sistem saraf pusat, paru-paru dan jantung.
"Dulu, sekitar tahun '97-an, saat kemarau panjang disertai kebakaran besar di hutan gambut Berbak, banyak harimau keluar dan masuk ke perkebunan kelapa di Pal 7, harimaunya ganas-ganas, banyak memangsa pekerja perkebunan dan meminum darahnya," ungkap Ambo Unga (27) dan Saleh (68), salah satu warga Desa Air Hitam Laut, berbatasan dengan Taman Nasional Berbak, Jambi.
"Fenomena yang terjadi di sepanjang Sumatera adalah merata, sepertinya harimau sekarang banyak yang mendekati perkampungan pinggiran hutan," Dolly Priatna, Country Director ZSL INDONESIA, dalam perbincangan pasca ujian terbuka disertasinya berjudul Daerah Jelajah dan Pergerakan Harimau Bermasalah yang Ditranslokasikan di TNBBS, TNKS dan Ekosistem Leuser, Jumat (27/7) di Seafast IPB, Bogor.
Menurut Beebach, perubahan perilaku ini masih harus dipelajari. "Perubahan perilaku seperti apa, tentu harus ditelusuri melalui studi yang memadai, " ujar Beebach.
Berbagai kasus tersebut telah menciptakan situasi yang tidak kondusif bagi masyarakat agraria dan telah menjadi hujatan dunia internasional. HarimauKita melaporkan, setidaknya 563 konflik tercatat semenjak tahun 1998 - 2011, dan dari sekian konflik yang terjadi, tercatat 46 ekor harimau terbunuh serta sebanyak 57 orang meninggal. Diindikasikan Provinsi Riau merupakan provinsi dengan tingkat konflik tertinggi.
"Harapan saya kepada Kementerian Kehutanan sederhana saja, lakukan upaya mereduksi emisi karbon sembari mempertahankan bahkan memperkuat penyerapan karbon melalui perlindungan hutan dan reforestasi," ungkap Beebach.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
---------------------
"Anggaran yang tersedia untuk kegiatan konservasi di kawasan hutan sangat minim yakni hanya 4 dolar AS per hektar. Sangat jauh ketimbang Malaysia 20 dolar AS per hektar.Padahal, konservasi harimau dan satwa dilindungi lainnya butuh dana besar. Idealnya 18 dolar AS per hektar bisa tersedia untuk kegiatan konservasi di 26 juta hektar kawasan hutan lindung dan konservasi.Karena dana minim itu, pemerintah ajak swasta untuk sisihkan dana CSR-nya untuk kegiatan konservasi itu. Apalagi total dana CSR perusahaan di Indonesia sampai Rp20 triliun, kalau Rp1 triliun saja untuk konservasi itu sangat membantu," papar Darori, Dirjen PHKA Kemenhut, usai Lokakarya Penggalangan Sumberdaya untuk Pelaksana Rencana Nasional Pemulihan Harimau Sumatera, pada Selasa, 17 Januari 2012.
-----------------------------------------
Photo : "Wild Sumatran tiger" by Michael Lowe, 2006, Wikimedia Commons.
--------------
-------
-----------------------------------------
Photo : "Wild Sumatran tiger" by Michael Lowe, 2006, Wikimedia Commons.
--------------
-------
No comments:
Post a Comment