8 Januari 2010, Jakarta - Greenpeace hari ini mendukung pernyataan sikap masyarakat Teluk Meranti dan desa-desa sekitar yang secara tegas menolak dilanjutkannya penghancuran hutan semenjung kampar oleh PT. RAPP. Greenpeace mendesak Pemerintah memenuhi janjinya untuk mengevaluasi perizinan PT RAPP dan meminta RAPP untuk menunjukkan komitmen lingkungan dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat di Semenanjung Kampar.
Sekitar seribu warga Teluk Meranti Kamis (7 Januari 2010) kemarin berkumpul di lapangan sepak bola desa tersebut untuk menyatakan sikap menolak hutan Semenanjung Kampar dikelola perusahaan milik Asia Pacific Resource International Limited (APRIL) itu. Deklarasi penolakan juga diikuti puluhan warga dari empat desa di sekitar Semenanjung Kampar, yakni Desa Kuala Panduk, Teluk Binjai, Pulau Muda, dan Desa Segamai yang juga merasa terancam atas aktifitas PT RAPP di hutan dan lahan pertanian mereka.
“Ratusan hektar lahan pertanian kami sudah diambil sepihak oleh perusahaan. Banyak program pertanian pemerintah yang seharusnya membantu ekonomi masyarakat gagal karena RAPP. Sekarang mereka buat bencana lebih besar mengambil hutan kami lebih dari itu. Sementara perusahaan tidak bisa memberi hak kompensasi,” ujar H Rusman, tokoh masyarakat Teluk Meranti.
Menurut Rusman, deklarasi ini dilakukan setelah masyarakat melakukan beberapa kali pertemuan dengan pihak PT. RAPP untuk bernegosiasi meminta kompensasi atas pengambilan hutan mereka. Namun pihak RAPP tidak memperlihatkan komitmen untuk menghormati hak masyarakat.
PT. RAPP selama ini memang merupakan pelaku utama perusak hutan di Semenanjung Kampar yang kaya karbon. Padahal Semenanjung Kampar adalah tempat yang wajib dilindungi untuk mencegah dampak bencana akibat perubahan iklim. Hutan di kawasan ini tinggal tersisa 400..000 hektar dari jumlah semula 700.000 hektar.
“Pemerintahan SBY harus bertanggung jawab terhadap keselamatan masyarakat dan lingkungan Semenanjung Kampar, Penyelamatan kawasan Semenanjung Kampar tidak hanya akan berdampak positif bagi upaya pencapaian komitmen Indonesia untuk pengurangan emisi 26% pada tahun 2020 namun juga memberikan harapan kehidupan lebih baik pada masyarakat di Semenanjung Kampar, operasi penghancuran hutan yang dilakukan oleh RAPP harus dihentikan sekarang.,” ujar Bustar Maitar, Jurukampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara.
Pada November dan Desember Greenpeace mendirikan Pos Pembela Iklim (Climate Defender Camp) di Semenanjung Kampar untuk memperlihatkan pengabaian hukum dilakukan oleh RAPP dengan merusak hutan gambut yang kedalamnnya lebih dari 3 meter yang kemudian menginspirasi masyarakat untuk menuntut perlindungan hutan dan gambut pada kawasan tersbut. Serangkaian aksi ini membuat Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menghentikan sementara izin PT. RAPP di Semenanjung Kampar.
Menteri kemudian membentuk tim independen untuk menyelidiki kemungkinan pelanggaran dari izin RAPP, tetapi Bustar melihat bahwa tim ini gagal mengakomodasi kepentingan masyarakat dan ada indikasi PT. RAPP melakukan pendekatan-pendekat an kepada tim ini dengan cara memfasilitasi perjalanan tim independen..
“Jika pemerintah gagal menghentikan kegiatan APRIL yang menghancurkan semenanjung kampar, maka pemerintah melecehkan komitmen yang telah diucapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di forum internasional, dimana beliau berjanji akan menurunkan emisi Indonesia hingga 26 persen pada 2020 dan 41 persen jika ada dukungan Internasional,” Bustar menutup percakapan.
Kontak:
Bustar Maitar, Greenpeace Southeast Asia forest campaigner: 081344666135
Hikmat Soeritanuwijaya, Greenpeace Southeast Asia media campaigner: 08111805394
http://blog.greenpeace.or.id/?paged=2
8.1.10
Greenpeace Mendukung Penolakan Masyarakat Teluk Meranti Terhadap Operasi PT RAPP dan Mendesak Pemerintah Untuk Bertindak Benar
8 Januari 2010, Jakarta - Greenpeace hari ini mendukung pernyataan sikap masyarakat Teluk Meranti dan desa-desa sekitar yang secara tegas menolak dilanjutkannya penghancuran hutan semenjung kampar oleh PT. RAPP. Greenpeace mendesak Pemerintah memenuhi janjinya untuk mengevaluasi perizinan PT RAPP dan meminta RAPP untuk menunjukkan komitmen lingkungan dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat di Semenanjung Kampar.
Sekitar seribu warga Teluk Meranti Kamis (7 Januari 2010) kemarin berkumpul di lapangan sepak bola desa tersebut untuk menyatakan sikap menolak hutan Semenanjung Kampar dikelola perusahaan milik Asia Pacific Resource International Limited (APRIL) itu. Deklarasi penolakan juga diikuti puluhan warga dari empat desa di sekitar Semenanjung Kampar, yakni Desa Kuala Panduk, Teluk Binjai, Pulau Muda, dan Desa Segamai yang juga merasa terancam atas aktifitas PT RAPP di hutan dan lahan pertanian mereka.
“Ratusan hektar lahan pertanian kami sudah diambil sepihak oleh perusahaan. Banyak program pertanian pemerintah yang seharusnya membantu ekonomi masyarakat gagal karena RAPP. Sekarang mereka buat bencana lebih besar mengambil hutan kami lebih dari itu. Sementara perusahaan tidak bisa memberi hak kompensasi,” ujar H Rusman, tokoh masyarakat Teluk Meranti.
Menurut Rusman, deklarasi ini dilakukan setelah masyarakat melakukan beberapa kali pertemuan dengan pihak PT. RAPP untuk bernegosiasi meminta kompensasi atas pengambilan hutan mereka. Namun pihak RAPP tidak memperlihatkan komitmen untuk menghormati hak masyarakat.
PT. RAPP selama ini memang merupakan pelaku utama perusak hutan di Semenanjung Kampar yang kaya karbon. Padahal Semenanjung Kampar adalah tempat yang wajib dilindungi untuk mencegah dampak bencana akibat perubahan iklim. Hutan di kawasan ini tinggal tersisa 400..000 hektar dari jumlah semula 700.000 hektar.
“Pemerintahan SBY harus bertanggung jawab terhadap keselamatan masyarakat dan lingkungan Semenanjung Kampar, Penyelamatan kawasan Semenanjung Kampar tidak hanya akan berdampak positif bagi upaya pencapaian komitmen Indonesia untuk pengurangan emisi 26% pada tahun 2020 namun juga memberikan harapan kehidupan lebih baik pada masyarakat di Semenanjung Kampar, operasi penghancuran hutan yang dilakukan oleh RAPP harus dihentikan sekarang.,” ujar Bustar Maitar, Jurukampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara.
Pada November dan Desember Greenpeace mendirikan Pos Pembela Iklim (Climate Defender Camp) di Semenanjung Kampar untuk memperlihatkan pengabaian hukum dilakukan oleh RAPP dengan merusak hutan gambut yang kedalamnnya lebih dari 3 meter yang kemudian menginspirasi masyarakat untuk menuntut perlindungan hutan dan gambut pada kawasan tersbut. Serangkaian aksi ini membuat Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menghentikan sementara izin PT. RAPP di Semenanjung Kampar.
Menteri kemudian membentuk tim independen untuk menyelidiki kemungkinan pelanggaran dari izin RAPP, tetapi Bustar melihat bahwa tim ini gagal mengakomodasi kepentingan masyarakat dan ada indikasi PT. RAPP melakukan pendekatan-pendekat an kepada tim ini dengan cara memfasilitasi perjalanan tim independen..
“Jika pemerintah gagal menghentikan kegiatan APRIL yang menghancurkan semenanjung kampar, maka pemerintah melecehkan komitmen yang telah diucapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di forum internasional, dimana beliau berjanji akan menurunkan emisi Indonesia hingga 26 persen pada 2020 dan 41 persen jika ada dukungan Internasional,” Bustar menutup percakapan.
Kontak:
Bustar Maitar, Greenpeace Southeast Asia forest campaigner: 081344666135
Hikmat Soeritanuwijaya, Greenpeace Southeast Asia media campaigner: 08111805394
http://blog.greenpeace.or.id/?paged=2
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
---------------------
"Anggaran yang tersedia untuk kegiatan konservasi di kawasan hutan sangat minim yakni hanya 4 dolar AS per hektar. Sangat jauh ketimbang Malaysia 20 dolar AS per hektar.Padahal, konservasi harimau dan satwa dilindungi lainnya butuh dana besar. Idealnya 18 dolar AS per hektar bisa tersedia untuk kegiatan konservasi di 26 juta hektar kawasan hutan lindung dan konservasi.Karena dana minim itu, pemerintah ajak swasta untuk sisihkan dana CSR-nya untuk kegiatan konservasi itu. Apalagi total dana CSR perusahaan di Indonesia sampai Rp20 triliun, kalau Rp1 triliun saja untuk konservasi itu sangat membantu," papar Darori, Dirjen PHKA Kemenhut, usai Lokakarya Penggalangan Sumberdaya untuk Pelaksana Rencana Nasional Pemulihan Harimau Sumatera, pada Selasa, 17 Januari 2012.
-----------------------------------------
Photo : "Wild Sumatran tiger" by Michael Lowe, 2006, Wikimedia Commons.
--------------
-------
-----------------------------------------
Photo : "Wild Sumatran tiger" by Michael Lowe, 2006, Wikimedia Commons.
--------------
-------
" Getting a long with TIGER "© Erni Suyanti Musabine
A sumatran tiger in the South Bengkulu (June - July 2010)
A sumatran tiger in the South Bengkulu (June - July 2010)
No comments:
Post a Comment