Muslino, pegawai Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau mengatakan, kematian gajah di kawasan tersbeut bukan pertama kali terjadi. Dia menjelaskan, ada sekian banyak kasus gajah yang ditemukan mati di daerah perlintasan gajah yang merupakan bagian dari kawasan Suaka Marga Satwa Balai Raja.
Kawasan Suaka Margasatwa Balai Raja yang pada awal tahun 1990-an ditetapkan sebagai areal dengan luas 16.000 hektar sebagai kawasan konservasi gajah itu kini telah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit dan pemukiman penduduk. Padahal kawanan gajah-gajah itu di Bengkalis itu memiliki rute lintasan yang tetap yang dilewati setiap tahun untuk mencari makanan sesuai dengan pergantian musim sepanjang tahun dan terus berulang pada setiap tahunnya.
Ketika musim penghujan tiba pada, maka kawanan gajah itu akan berpindah mencari daerah yang lebih kering seperti perkebunan kelapa sawit dan karet karena mereka tidak menyukai habitat yang berair seperti kawasan gambut. Walhasil hampir setiap bulan terjadi konflik antara gajah dan manusia di Bengkalis dan terjadi hampir pada setiap desa yang mereka lintasi seperti di Desa Petani dan Kelurahan Pematang Pudu di Kecamatan Mandau.
Konflik pun terjadi dan sedikitnya pada periode Januari hingga menjelang April 2010, sedikitnya tiga warga telah menjadi korban amukan hewan itu dengan mengalami luka ringan hingga serius seperti patah tulang.
Di pihak gajah pun jatuh korban dan tercatat selain bayi gajah yang mati di pusat konservasi itu, sebelumnya warga Desa Petani juga menemukan bangkai gajah dalam kondisi membusuk di lahan perkebunan karet milik warga setelah sebelumnya.
World Wildlife Fund (WWF) menyatakan lemahnya upaya penegakan hukum terhadap kasus-kasus kematian gajah baik karena konflik atau perburuan diyakini telah menjadi salah satu faktor penyebab terus terjadinya kematian gajah di Riau.
Dalam 10 tahun terakhir praktis kasus "pembunuhan" gajah di Riau baik karena konflik maupun perburuan belum mampu disentuh pengadilan, meski instansi terkait menyatakan terus melakukan proses penegakkan hukum terhadap mereka yang menjadi tersangka.
Sejak 2006 hingga Maret 2010, tercatat sebanyak 48 ekor gajah Sumatera ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa, baik berwujud bangkai atau tulang belulang hingga mati dalam kondisi yang utuh dan 15 orang warga yang meninggal.
Tahun 2006 ditemukan 24 ekor gajah mati dan 6 orang meninggal, kemudian pada 2007 terdapat 4 ekor dengan 3 orang meninggal, pada 2008 ada 7 ekor dengan 4 orang tewas, pada 2009 sebanyak 9 ekor dan 2 orang meninggal serta hingga Maret 2010 ditemukan 4 ekor gajah yang mati.
( Ant /CN12 )
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/04/26/53007
No comments:
Post a Comment