Diposkan oleh Editor SA pada
Perdagangan ilegal satwa liar dan bagian-bagian tubuhnya di Asia Selatan semakin mengkhawatirkan dan terorganisir dengan baik. Perburuan satwa liar dapat terjadi di suatu negara sementara penjualannya terjadi di negara lainnya. Oleh karena itu, India dan negara-negara di Asia Selatan lainnya bergabung dalam suatu kerja sama untuk mengendalikan perdagangan satwa liar ilegal.
Karena permasalahan ini tidak akan bisa dilawan secara efektif oleh satu negara saja, maka India dan negara-negara di Asia Selatan bekerja sama untuk melawan perburuan dan perdagangan satwa liar. Perdagangan ilegal ini sendiri merupakan bisnis yang sangat menguntungkan dan diperkirakan bernilai 20 milyar dolar Amerika per tahun.
India telah menjadi negara yang sangat penting untuk mengatasi perdagangan ini, seperti yang dilaporkan Menterik Lingkungan dan Kehutanan negara tersebut.
Direktur World Wildlife Fund (WWF) di wilayah Benggal Barat, S Sen, menjelaskan permasalahn lintas negara.
"Ujian terbesar yang kita hadapi adalah melawan upaya perdagangan satwa liar ilegal yang sangat terstruktur dengan baikantara para pemburu, pedagang lokal, dan para tengkulak produk-produk berbahan satwa liar yang ada di seluruh dunia," Sen menjelaskan pada Khabar di Asia Selatan.
Selain itu, permasalahan ini diperburuk oleh lemahnya penjagaan di wilayah perbatasan antar negara di kawasan tersebut. "Oleh karena itu, sangatlah sulit bagi satu negara untuk mampu mengatasi sendiri perdagangan satwa liar ilegal tersebut."
Satwa-satwa di sepanjang anak benua ini diburu untuk diambil tulang, daging, kulit, dan bulunya. Bagian-bagian tubuh satwa ini kemudian diolah menjadi obat-obatan, pakaian, bahkan untuk industri wisata kuliner.
Metode yang digunakan para pemburu sangatlah kejam dimana satwa-satwa tersbut dikuliti dan diambil tanduknya sat dalam keadaan masih hidup. Banyak spesies lainnya yang terkena dampaknya, menurut laporan Kementrian Lingkungan dan Kehutanan India.
Hasil penelitian menyebutkan bahwa gajah, harimau, macan tutul biasan dan macan tutul saalju, trenggiling, badak bercula satu, reptil, rusa, burung rangkong, merak, burung parkit, burung paruh bengkok, kura-kura bintang,dan kuda laut merupakan spesies terkena dampak yang cukup parah akibat perburuan.
Berbicara kepada Khabar, A.K. Singh dari Jharkhand Principal Forest Conservator, mengatakan bahwa pihak otoritas menghadapi sebuah tantangan yang menakutkan.
"Para petugas kami tidak memiliki peralatan yang lengkap. Kami kekurangan senjata canggih, kendaraan modern, sumber daya manusia, dan juga dana," Singh berkata. "Coba anda bayangkan jika satu orang polisi hutan diharapkan untuk mengawasi wilayah hutan seluas 20 km"
Sementara itu dalam laporan terpisah dari Otoritas Konservasi Harimau Nasional (National Tiger Conservation Authority of India /NTCA) disebutkan bahwa lebih dari 48 ekor Harimau Benggala ditemukan dalam keadaan mati di sepanjang wilayah India sejak awal Januari tahun ini. Dan sedikitnya 19 ekore diantaranya diketahui telah dibunuh oleh pemburu.
Seringkali satwa liar ditangkap dan disembelih di satu negara, lalu dikirim ke negara lainnya, dan dijual ke negara lainnya lagi. Misalnya, Nepal telah menjadi titik transit untuk bagian-bagian tubuh harimau yang akan dikirim ke Cina Timur, seperti yang dilaporkan Kementrian Lingkungan dan Kehutanan India.
Negara-negara di Asia Selatan bekerja sama untuk membangun garda depan
Pentingnya permasalahan ini telah mendorong negara-negara di Asia Selatan untuk bergabung dalam suatu bentuk kerja sama. Prosesnya sudah dimulai sejak tahun 1982 dan ada delapan negara (Afghanistan, Bangladesh, Bhutan, India, Maladewa, Nepal, Sri Lanka, dan Pakistan) yang tergabung dalam Program Kerja Sama Lingkungan Asia Selatan (South Asia Co-operative Environment Programme /SACEP) untuk membangun kerja sama regional yang bertujuan untuk mengendalikan perdagangan satwa liar ilegal.Pada tahun 2008, para perwakilan dari negara-negara di Asia Selatan berkumpul di Kathmandu selama dua hari untuk menghadiri loka karya regional Inisiatif Perdagangan Satwa Liar Asia Selatan (South Asia Wildlife Trade Initiative SAWTI) regional workshop. Dua tahun kemudian, sekali lagi bertempat di Kathmandu, para perwakilan tersebut mengadakan pertemuan inaugurasi tentang Perdagangan Satwa Liar Ilegal di Asia Selatan, untuk menyatukan upaya bersama dalam mengatasi ancama permasalahan ini.
Dengan memperoleh masukan dari TRAFFIC (organisasi pengawasan jaringan perdagangan sawa liar milik WWF), Jaringan Penegak Hukum Satwa Liar Asia Tenggara (ASEAN Wildlife Enforcement Network) telah dibentuk di kedelapan negara tersebut. Hasilnya, lebih dari 28.000 ekor satwa liar telah dibebaskan dan hukuman penjara bertahun-tahun bagi para penyelundup satwa liar telah dijatuhkan.
"Kesesuaian SAWTI terletak pada landasan untuk upaya kerja sama dalam melawan perdagangan satwa liar ilegal," Direktur Umum SACEP, S.M.D.P. Anura Jayatilake mengatakan, "Upaya ini juga berlaku untuk mengendalikan satwa liar yang diperdagangkan secara legal di bawah hukum nasional suatu negara di kawasan tersebut."
Mentri Lingkungan dan Kehutanan India Jayanthi Natarajan menyampaikan pada Khabar bahwa India juga telah melakukan kesepakatan protokol konservasi harimau dengan Cina.
"Cina dan India telah sepakat bahwa pelarangan penjualan bagian-bagian tubuh harimau harus dilanjutkan," Natarajan menyampaikan.
Oleh Chandan Das untuk Khabar Asia Selatan di Jamshedpur
Sumber: